Sabtu, 25 Desember 2010
Jumat, 24 Desember 2010
Rabu, 01 Desember 2010
Selasa, 30 November 2010
MY BIODATA
MY BIODATA
nama panggilan : chikal
alamat : pontianak,tanjung hulu gg tj pinang no 9
te : pontianak
tanggal : pontianak,19-mei-1995
alamat fb : cikal_coolz@yahoo.com
blog pribadi : http://chikisslaludihati.blogspot.com
blog chikaikers : http://chikaikerssejati.blogspot.com
bio : chikal termasuk orang yang tidak pintar di kelas nya !! namun banyak teman2 nya bilang sosok chikal adalah sosok penghibur,dengan gaya dan tingkah nya yang khas membuat teman teman nya slalu terhibur dengan kelakuan nya
|
Senin, 29 November 2010
BIODATA ZEVANA ARGA
Zevana Arga Ane Angesti

Nama Lengkap : Zevana Arga Ane Angesti
Panggilan : Zevana
Asal : Surabaya
TTL : Surabaya, 24 Desember 1997
Sekolah : SMP N 39 Surabaya
Kelas : 7
Nama Ibu : Nia Natasya
Anak ke : 1
Hobi : menyanyi, menari, bermain basket, berenang
Cita-cita : penyanyi jazz
Makanan favorit : nasi goreng
Musik favorit : jazz dan R&B
Prestasi : Juara 2 pop singer memperebutkan piala gubernur Jawa Timur
ketika keperawanan dipertanyakan (cerpen)
Pada suatu malam tampak seorang wanita sedang duduk di teras rumah sambil menyelut sebatang rokok,keringat dari kening nya meleleh sangat deras,air mata nya setetes demi tetes membasahi pipi nya
Tiba tiba terdengar dering HP dari dalam saku nya,terlihat dari wajah nya gadis itu menyimpan banyak masalah
“hallo”
“dev,lo kenapa gak sekolah ?”
“malas gue beb,gue lagi banyak masalah”
“Tunggu gue dirumah lo ya dev”
“Oke”
Devi segera masuk ke dalam rumah nya dengan langkah kecil nya dia melihat kiri kanan dengan rasa gelisah,sesekali ia melihat tespec yang di genggam nya,air mata nya semakin deras melihat tespec itu bergaris dua
Tak lama kemudian terdengar ketokan dari arah pintu,devi segera menyembunyikan tespec nya ke dalam tas yang ia bawa.Devi segera membuka pintu rumah nya dengan wajah yang murung
“kenapa lo dev ? “ tanya beby sambil mengusap air mata sahabat nya
“gue gak bisa jelasin disini,ayo ke kamar gue “
Mereka berdua berjalan menuju kamar devi yang terletak di tingkat 2,sesampai nya di kamar devi,mereka berdua duduk di atas tempat tidur devi,dan devi pun mulai membuka cerita.
“kenapa dev ?”tanya beby
“lo liat nih ! “ devi segera mengeluarkan tespec yang ada di dalam tas nya.beby kaget karena tespec yang di keluarkan devi bergaris dua
“lo hamil dev ? “
Devi menangis mendengar perkataan beby
“kenapa lo lakuin ini “
“lo tau kan beb ! semenjak bokap gue terjun di dunia narkoba sedikit demi sedikit keluarga gue miskin,belum lagi nyokap gue yang lari begitu aja “
“tapi kenapa lo lakuin ini ?”
“udah terlanjur beb,gue jual keperawanan gue karena ini !”
Devi langsung mengeluarkan segepok uang yang ada di dalam tas nya
“kalau lo perlu duit,lo bilang ke gue dev”
“Udah lah beb,udah terlanjur,gue juga gak mau ngerepotin elo”
“sekarang lo mau apa dev ? dan siapa yang ngamilin lo ?”
“gue gak bisa cerita beb,gue ma gugurin kandungan gue”
“Apa ? gugurin ? kasian dev ! dia gak tau apa apa “
“lo tau beb ! gue gak mau ngelahirin anak haram !! “
“terserah lo ! gue benci sama lo ! lo mau gugurin kandungan lo padahal dia gatau apa apa ,gue mau pulang “
“terserah lo beb !! “
Beby langsung pergi meninggalkan sahabat nya.
Devi segera mengunci pintu kamar nya,devi mengeluarkan sekeping pil dari dalam tas nya,ia membaca cara penggunaan nya,devi memakan 5 pil sekaligus,dia tak peduli dengan apa yang akan terjadi dengan diri nya dan kandungan nya,devi berdiri mengambil sebuah kaca yang ada di atas meja ,tiba tiba pandangan nya mulai buram semakin lama pandangan nya semakin gelap dan akhir nya devi pingsan dalam keadaan yang pucat dan satu orang pun tidak mengetahui nya
Tak lama kemudian beby balik lagi ke kamar devi karena HP nya ketinggalan di dalam kamar devi,ia mengetok pintu kamar devi beberapa kali namun tak ada jawaban
“dev !!!! “teriak beby
Beby memundurkan langkah nya dan mendobrak pintu itu,seketika pintu itu terbuka dan betapa kaget nya beby melihat sahabat nya sudah terbujur kaku di lantai dengan mulut yang mengeluarkan busa,beby segera membawa devi ke rumah sakit,beby mengusap busa di mulut devi,beby menagis melihat keadaan sahabat nya.
Sesampai nya si rumah sakit devi mendapatkan perawatan yang sangat intensif namun nyawa devi sudah tidak bisa tertolong lagi,akhir nya devi meninggal bersama janin nya di rumah sakit dan seorang pun tidak tahu siapa yang sudah melepas keperawanan nya !!!
THE END
MAAf JELEK
TAK HANYA SAMPAI MENUTUP MATA
Special For ILI family :)
***
Suara denting piano mengalun indah dan menggema di sebuah ruangan bernuansa elegan. Melodi indah itu mengiringi suara lembut seorang pria berjas putih yang tengah duduk di kursi piano sembari memainkan jari-jarinya dengan lincah. Sesekali cahaya kamera menjepret dirinya. Ya.. Dia memang seorang bintang... Terkadang apabila dia berimprovisasi atau mengeluarkan suara falsetnya, penonton bertepuk tangan riuh. Tak terkecuali seorang gadis berambut panjang dan lurus yang tengah duduk di kursi penonton paling depan. Ia menatap lelaki di atas panggung dengan penuh harapan, mata beningnya yang indah terlihat berbinar. Mungkin gadis berambut panjang itu adalah seseorang yang spesial bagi sang bintang.
Lelaki berjas putih itu mulai mengakhiri menekan tuts-tuts piano. Tepuk tangan penonton semakin riuh. Tatapan kagum mulai terpancar dari kedua bola mata setiap orang yang melihatnya. Sungguh lelaki idaman, begitu pikirnya. Lelaki berjas putih mulai melangkahkan kakinya untuk menuruni panggung. Sekumpulan orang yang hampir seluruhnya mengalungkan kamera di lehernya ikut menyambut kedatangan sang bintang. Lagi-lagi cahaya kamera menjepret dirinya. Cahaya yang menyilaukan mata indahnya. Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya menuju salah satu kursi penonton. Dia memusatkan pandangannya pada seorang gadis manis yang menantinya. Sebuah senyuman mulai menghiasi wajahnya, memperlihatkan bahwa dia memang pantas menjadi sang idola.
"Rein..." panggil gadis berambut panjang menyambut kedatangan sang pangeran hatinya. Sang pangeran tersenyum lebar. Kedua bola matanya semakin berbinar. Tangan lincahnya berubah menjadi tangan lembut yang segera meraih jemari tangan mungil seorang gadis di depannya.
"Feb, impian aku selama ini adalah nyanyiin lagu ciptaan aku sendiri sama kamu. Tetapi aku belum pernah nemuin inspirasi itu. Dan akhirnya... sekarang aku nemuin inspirasi itu." jelas Rein sembari melebarkan senyumnya, memamerkan gigi-gigi putihnya yang tertata rapi.
"Inspirasi apa?" tanya Febi sambil mengerutkan keningnya, tanda tak mengerti.
"Kamu, Feb.. kamu inspirasi aku.." jawab Rein pelan, tapi pasti.
Tangannya semakin erat menggenggam jemari tangan Febi. Febi hanya tersipu malu. Pipinya merah merona mengalahkan warna buah stroberi.
"Nanti.. kalau lagu itu udah jadi, kamu orang pertama yang mendengar lagu itu, Feb.." lanjut Rein sembari mengelus rambut Febi. Febi hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum tipis. Senyum yang tulus, seperti tulusnya rasa cinta Febi pada pangeran hatinya.
***
Janji memang harus ditepati, begitu juga dengan janji Rein pada Febi. Janji Febi bagai janji sang bintang yang selalu setia menghiasi gelapnya malam. Terangnya bintang dan hangatnya matahari menemani hari-hari Rein yang dihabiskan untuk menulis lagu, seperti janjinya pada Febi.
Hampir tiga bulan Rein tak menampakkan diri di hadapan pengagumnya. Dia memang memutuskan untuk cuti dari pekerjaannya sebagai seorang selebritis. Dia ingin segera menyelesaikan lagu yang dia janjikan untuk Febi, sang pujaan hatinya. Setiap kali ia lengah, ia selalu berusaha menyemangati dirinya sendiri. 'Febi, aku sayang kamu.. Aku aku akan selesaiin lagu ini buat kamu.. Dan kita akan bernyanyi bersama di tengah panggung megah.. Sampai maut memisahkan kita, aku akan tetap mencintai kamu, Feb..'
Rein.. Seorang lelaki yang begitu tulus menyayangi kekasih hatinya. Sungguh beruntung wanita yang dapat memiliki hati Rein. Hati yang tulus dan suci, untuk seseorang yang indah, bagai bintang penerang gelapnya malam.
"Hampir selesai, kurang beberapa bait lagi.." gumam Rein sembari menggerakan tubuhnya untuk melemaskan otot-otot yang mulai tegang.
Bait demi bait syair lagu ia rangkai. Nada-nada juga dia rangkai dengan indahnya. Tetapi dia tetap merasa kurang puas. Berkali-kali ia meremas kertas yang ia coret-coret dan melemparnya. Puluhan remasan kertas berserakan di lantai kamar Rein. Angin sepoi yang berhembus melalui jendela kamarnya tak ia hiraukan. Dia hanya ingin menikmati apa yang ia lakukan saat ini. Untuk pujaan hatinya, untuk Febi belahan jiwanya.
Nada demi nada mulai mengalun dengan indahnya. Suara merdu pun ikut menggetarkan setiap jiwa yang mendengarnya. Tak lupa Rein merekam lantunan lagu ciptaannya itu dengan perekam miliknya. Lalu dia menyimpan rekamannya itu.
Rein memang berencana memberikan rekaman lagu itu sebagai kado ulang tahun Febi yang akan dirayakan seminggu lagi.
Cinta..
Demi cinta akan kulakukan apa yang tak bisa kulakukan..
Demi cinta akan kulakukan apa yang tak pernah kulakukan..
Karna aku bisa karna cinta..
***
Malam mulai menggantikan siang yang mengiringi indahnya hari. Bulan pun telah menggantikan matahari yang menyinari dunia ini. Angin berhembus melewati jendela dan mulai masuk melalui pori-pori seorang lelaki remaja yang tengah berpatut diri di depan cermin. Kemeja hijau kotak-kotak membungkus tubuhnya. Dia merapikan rambutnya dengan gel, supaya keren, begitu kata anak muda zaman sekarang. Dia mengambil sebuah kotak pink berpita yang ia taruh di meja riasnya.
"Semoga Febi suka.." gumamnya dengan senyum yang merekah.
Rein mulai melangkahkan kaki keluar kamarnya dengan pasti. Dia yakin Febi pasti suka dengan pemberiannya. Ia berharap dengan kadonya itu rasa cinta Febi padanya takkan pernah pudar hingga habisnya waktu.
Rein tidak sabar memberikan kadonya pada Febi. Dia ingin segera melihat ekspresi Febi saat menerima kadonya. Apa Febi suka ya? Apa Febi akan mendengarnya terus ya? Hanya itu pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di telinganya. Dia hanya ingin sampai di rumah Febi secepatnya.
***
Hari itu memang hari yang paling istimewa bagi Febi. Sweet seventeen. Kata orang apabila kita merayakan ulang tahun yang ke-17 dan kita telah memiliki pacar, berarti itulah cinta sejati kita. Cinta sejati yang tak akan punah hingga akhir zaman.
"Rein mana ya.." Febi berjalan mondar-mandir menunggu sang pangeran hatinya.
"Udahlah Feb, habis ini Rein pasti dateng, kita tiup lilin dulu ya. Kasian udah banyak yang dateng tuh." Thanti, sepupu Febi, mengingatkan Febi
"Okelah.." ucap Febi lemas sembari melangkahkan kakinya dengan ragu.
***
Rein melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak jarang ia membalap mobil-mobil yang ada di depannya. Dia juga tak segan-segan untuk menerobos lampu merah. Dia ingin bertemu Febi secepatnya.
"Feb, tunggu aku yaa.." gumam Rein dalam hati.
Tiba-tiba saat Rein membalap mobil sedan di depannya, ada sebuah truk dari arah berlawanan melaju di depannya. Rein terkejut dan segera membanting stir mobilnya ke arah kiri. Tetapi karena dia membelok terlalu keras, mobil yang ditumpangi Rein jatuh ke jurang yang berada di pinggir jalan.
Jauh. Dalam. Sejauh apapun Rein melangkah hingga sedalam lautan pun ia tenggelam, rasa cintanya pada Febi akan tetap melebihi itu. Teriakan. Teriakan maut menggema dan perlahan-lahan memudar dan hilang.
***
"Pyaarr !!" suara gelas pecah menarik perhatian semua orang yang ada di pesta Febi.
"Feb, kamu kenapa Feb?" tanya Thanti sembari menenangkan Febi yang terlihat cemas.
"Mas, tolong beresin ya.." perintah Thanti pada pelayan catering pesta ulang tahun Febi.
"Nggak Than, mana Rein?!" tanya Febi sembari menggoyang-goyangkan tubuh Thanti.
"Rein? Emm, dia lagi perjalanan kesini mungkin, Feb.." ujar Thanti bijak.
"Nggak Than, pasti ada apa-apa sama Rein, perasaanku bener-bener nggak enak." jelas Febi sembari menangis.
Perasaan seseorang terhadap apa yang terjadi pada orang yang sangat dicintai memang terkadang benar. Tetapi Febi tak ingin terjadi sesuatu dengan Rein. Ia hanya ingin Rein datang saat ini. Rein menyanyikan lagu happy birthday untuknya sembari memainkan pianonya. Gelisah. Cemas. Febi merasakannya. Menangis. Hanya bisa menangis.
***
Suara sirine mobil ambulan memecah keheningan malam. Mobil berwarna putih itu berhenti di depan sebuah rumah sakit bertuliskan UGD. Beberapa orang berpakaian serba putih menaikkan seorang lelaki yang tak berdaya ke tempat tidur dorong.
Orang-orang itu berlarian mendorong orang yang terbaring tak berdaya ke suatu ruangan. Ruangan yg serba putih dan beraroma medis. Tak lama kemudian sesosok wanita yang berumur sekitar 20-an berlari-lari di koridor rumah sakit. Dia terlihat mencari sesuatu dengan wajah yang terlihat cemas. Hingga ia menemukan suatu pintu bertuliskan 'UGD'. Ia duduk di kursi tunggu. Tangannya menggenggam sebuah ponsel. Tak lama ia mulai menekan rangkaian nomor yang sudah dia hafal diluar kepala dan menekan tombol hijau.
"Feb.. Rein kecelakaan, Feb.." suara isak tangisnya mulai terdengar. Suara di seberang sana juga mulai terdengar cemas. Suaranya bergetar menahan tangis.
"Sekarang Kak Redi lagi di rumah sakit nunggu Rein. Udah Feb, nggak usah begitu cemas. Berdoa aja, semoga Rein nggak kenapa-napa." Wanita yang ternyata bernama Redi itu menenangkan Febi.
"Ya udah kamu buruan kesini ya, Feb. Hati-hati di jalan. Nggak usah keburu-buru." sahut Redi untuk terakhir kalinya sebelum ia menutup teleponnya.
Rediana. Dia adalah kakak dari seorang Okawa Harein, penyanyi dan musisi terkenal. Dia bangga memiliki adik seperti Rein. Mereka memang hanya tinggal berdua. Orang tua mereka sudah meninggal saat Rein masih sangat kecil. Walaupun Rein lebih muda dari kakaknya, tetapi kebutuhan sehari-hari mereka Rein yang menanggung. Kuliah Redi juga dibiayai oleh Rein. Rein.. Sesosok adik yang begitu mulia. Di umur yang masih 17 tahun dia sudah menjadi tulang punggung keluarga. Berharap. Redi hanya bisa berharap agar Rein sembuh. Dia yakin itu.
"Tuhan, berilah kekuatan pada adikku agar dia tetap bersama kami."
***
Sebuah mobil Jazz berwarna biru tua berhenti di depan sebuah rumah sakit. Seorang gadis bergaun putih keluar dari mobil itu bersama sepupunya dengan langkah tergesa-gesa. Dia segera memasuki gedung putih itu dengan diikuti sepupunya . Bau khas rumah sakit mulai tercium di hidungnya. Tetapi itu tak mengurungkan langkah kakinya untuk berhenti dan keluar dari tempat itu.
Langkah kakinya semakin cepat saat matanya melihat sesosok gadis yang berumur lebih tua 3 tahun darinya menanti dengan penuh harap.
Kak Redi !" teriak Febi sembari berjalan cepat. Thanti mengikuti di belakangnya. Redi yang merasa namanya dipanggil pun menoleh. Ia tersenyum pada kedua gadis yang menghampirinya. Tetapi senyumnya terlihat dipaksakan. Raut muka cemas tetap menghiasi wajah cantik Febi.
"Rein mana, Kak? Trus gimana keadaannya? Rein nggak kenapa-napa kan, Kak?" tanya Febi tak sabar. Yang ditanya pun hanya menunduk. Febi semakin penasaran bagaimana keadaan kekasih hatinya. Febi berusaha menenangkan Redi, juga dirinya sendiri.
"Kak, Febi yakin Rein nggak kenapa-napa. Habis ini Rein pasti keluar, trus ngucapin happy birthday deh sama Febi. Trus kita balik ke rumah Febi, ngrayain ulang tahun Febi sama-sama. Rein juga udah janji mau ngasih hadiah spesial buat Febi." ucap Febi mantap walau tak yakin.
"Iya." Redi hanya menjawab singkat. Thanti menepuk-nepuk bahu Febi pelan. Ia menuntun Febi untuk duduk di kursi tunggu sebelah Redi. Tetapi Febi tidak mau. Dia memilih mondar-mandir di depan ruang UGD.
Tak lama pintu ruang tersebut terbuka. Aroma medis semakin menyengat. Seorang berpakaian serba putih keluar dengan senyum kecut. Febi, Redi, dan Thanti segera beranjak dan menghampiri orang yang biasa dipanggil 'dokter' itu.
"Dok, gimana keadaan adik saya? Dia nggak kenapa-napa kan, dok?" tanya Redi penuh harap. Febi hanya mengangguk-anggu sembari tersenyum lebar. Dia berharap jawaban dokter akan membuat hatinya yang daritadi deg-degan menjadi lebih lega. Dokter tetap memasang senyum ramahnya, menunggu seluruh kerabat Rein tenang.
"Gimana, dok? Saya mau bertemu Rein.." tanya Febi pelan tapi setengah memaksa.
"Emm, begini, saat kecelakaan tadi kepala Rein terbentur keras hingga akhirnya Rein mengalami gegar otak, dan maaf saya tidak bisa menolong nyawa Rein." jawab dokter hati-hati.
Ketiga gadis cantik itu membelalakan mata indahnya. Tubuh Redi serasa lemas tak berdaya. Ia tak mampu menopang raganya lagi untuk bertahan. Kedua lututnya terduduk di lantai rumah sakit. Perlahan-lahan air mata mulai menetes membasahi pipinya. Adik yang disayangnya, adik yang dibanggakannya, adik satu-satunya, dia telah terbujur kaku tak bernyawa. Redi hanya bisa berkata dalam hatinya.
"Selamat tinggal adikku sayang. Semoga engkau diberikan tempat terindah disisinya.."
Febi hanya terdiam dengan tatapan kosong. Dia tak percaya bahwa kekasih hatinya akan pergi secepat itu. Febi menangis sesenggukan. Ia tak dapat menahan lagi air matanya untuk tetap tinggal di mata indahnya. Thanti hanya dapat ikut menangis dan memeluk kedua orang yang sangat dikasihi oleh Rein.
Maut. Raga sepasang kekasih itu telah dipisahkan oleh maut. Apakah cinta mereka juga telah terpisah?
***
Gadis berkerudung hitam berlutut di sebuah gundukan tanah merah yang masih basah. Ia menaburkan bunga-bunga di gundukan tanah itu. Sekali-kali ia mengusap batu nisan yang bertuliskan nama kekasihnya itu. Okawa Harein. Seorang lelaki yang setia. Seorang lelaki yang pengertian. Seorang lelaki pujaan para wanita. Febi hanya dapat menangisi kepergian orang yang dicintainya. Ia termenung membuka memori kenangannya bersama Rein.
Tak ada lagi raga yang dapat memeluknya saat ia rapuh. Tak ada lagi tangan lembut yang menghapus air matanya saat ia menangis. Tak ada lagi sosok itu. Tak akan ada lagi.
"Feb.." suara lembut Redi membuyarkan lamunan Febi. Febi hanya dapat terdiam dengan tatapan kosong. Mata indahnya terlihat sayu, tak bergairah. Semangat hidup. Apakah Febi masih memiliki semangat untuk meneruskan hidupnya? Menggapai mimpinya? Suram. Febi tak yakin bisa menjalani hari -harinya tanpa sosok Rein. Thanti yang duduk di sebelahnya hanya bisa terdiam. Ia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
"Ini.. Dari Rein buat kamu.." ucap Redi singkat. Ia menyerahkan sebuah kotak berpita pink pada Febi. Febi tak beranjak. Thanti menerima kotak berpita pink itu. Lalu ia membujuk Febi untuk menerimanya.
"Feb, walaupun Rein udah pergi, tapi dia tetap di hati kamu kan? Terimalah ini, Feb.. Pemberian terakhir dari Rein.." Thanti menyerahkan kotak berpita pink pada Febi.
Febi memalingkan wajahnya yang masih menatap kosong ke arah nisan. Perlahan ia menundukkan kepalanya. Ia ragu untuk menerima pemberian dari seseorang yang disayanginya. Ia takut rasa sayangnya pada Rein makin besar dan ia semakin sulit untuk menerima kepergian pujaan hatinya. Tanpa sadar ia menggerakan tangannya untuk menerima kotak berwarna pink itu. Keraguan semakin terlihat di wajahnya. Tetapi dia tetap memantapkan hatinya. Demi Rein. Kekasih hatinya.
Febi mulai membuka kotak berpita pink itu. Pelan tapi pasti. Febi bingung setelah melihat isi kotak tersebut. Ia mengerutkan keningnya.
"Alat rekam?" ujar Febi sembari mengeluarkan isi kotak tersebut. Thanti dan Redi mendekat ke arah Febi.
"Mungkin di dalamnya ada sesuatu, Feb." tebak Thanti yakin.
Febi hanya tersenyum tipis. Ia mulai menekan tombol power. Suara tuts-tuts piano mulai terdengar.
“Embun di pagi buta… Menebarkan bau asa… Detik demi detik ku hitung… Inikah saat ku pergi…
Oh tuhan ku cinta dia… Berikanlah aku hidup… Takkan ku sakiti dia… Hukum aku bila terjadi…
Aku tak mudah mencintai… Aku tak mudah mengaku ku cinta… Aku tak mudah mengatakan… Aku jatuh cinta…
Senandungku hanya untuk cinta… Tirakatku hanya untuk engkau… Tiada dusta sumpah ku cinta… Sampai ku menutup mata…”
Suara indah seorang laki-laki mengalun indah membentuk sebuah lagu. Febi, Thanti, dan Redi terdiam menikmati lagu itu dan meresapinya. Lagu itu berhenti tanda telah selesai. Tetapi masih terdengar suara dari rekaman tersebut.
"Hai Febiku sayang... Happy birthday ya... Semoga impian-impian kamu dapat terwujud. Dan semoga cinta kita semakin abadi tanpa ada satupun yang sanggup untuk memisahkannya. Gimana? Keren nggak lagu aku? Aku udah nepatin janji aku ke kamu kan? Lagu ini memang khusus aku ciptain buat kamu, sayang. Aku pengen nyanyiin lagu ini berdua sama kamu. Tapi aku nggak pengen cinta kita kayak lagu ini. Sampai menutup mata. Hanya sampai menutup mata. Aku nggak pengen cinta kita dipisahkan oleh maut. Aku yakin maut nggak bakal sanggup memisahkan kebersamaan kita. Kematian, ia hanya sanggup memisahkan raga kita. Tapi cinta kita tak akan pernah terpisah. Aku janji bakal nunggu kamu di surga jika aku mati nanti. Aku janji, Feb. I Love You.. FOREVER..."
Memang Febi telah berusaha membendung air matanya sejak mendengar suara Rein tadi. Hatinya mulai tak karuan. Ia mulai menangis. Air mata yang telah dibendungnya mengalir indah membasahi pipinya. Ia benar-benar tak ingin kehilangan Rein. Rasanya ia ingin menyusul Rein. Ia yakin Rein pasti telah menunggunya di surga. Ia menangis dan terus menangis.
"Aku harus nyusul Rein.." gumam Febi di tengah tangisannya.
"Febi ! Kamu nggak boleh ngomong gitu ! Hidup kamu masih panjang, masa depan kamu juga terbuka lebar. Gimana dengan cita-cita kamu jadi penyanyi, Fy?? Jadi musisi terkenal?? Hah?! Kamu mau ngorbanin smuanya??" teriak Thanti tak sabar.
"Tapi aku sayang Rein, Than ! Kamu tahu itu? Lagian apa gunanya impian aku kalo nggak ada Rein? Dia pasti sedang nunggu aku di surga. Aku nggak mau dia nunggu lama-lama. Aku harus nyusul Rein !" Ify balas teriak. Ia mulai berlari dan menjatuhkan kado dari Rein yang ia genggan. Thanti segera mengambilnya. Redi berusaha menahan Febi. Ia memanggil-manggil nama Febi. Ia mengejar Febi dan berhasil menghentikannya.
"Febi ! Denger kakak.." ucap Redi setelah Febi mulai tenang, "Bukan cuma kamu yang kehilangan Rein. Kakak, Thanti, temen-temen Rein, fans Rein, pasti mereka juga merasa sedih. Kamu nggak boleh sia-siain hidup kamu, Feb !"
"Tapi, kak, tapi.." Febi berusaha menyangkal perkataan Redi, Tapi ia tak sanggup mengatakan apa yang ingin ia katakan, karna ia memang tak tahu apa yang ingin ia katakan.
"Kakak yakin Rein bakal marah kalo liat kamu kayak gini. Kamu mesti jadi Febi yang dulu. Febi yang tegar. Febi yang disayang Rein, bukan Febi yang pengecut, lari dari masalah. Rein memang bilang bakal nunggu di surge, tapi kakak yakin dia nggak bakal bosan nunggu kamu. Sampai seratus tahun kemudian pun Rein pasti sanggup nunggu kamu. Rein cuma pengen kamu bahagia, bukan malah mengorbankan masa depan kamu buat Rein. Rein selalu liat kamu, Feb. Kakak yakin. Di tiap malam dia bakal mandangin kamu dari atas bulan. Bulan yang bercahaya, dengan bintang di sisinya. Jangan pernah menyerah, Feb. Kakak tahu kamu pasti sanggup.."
Tangis Febi semakin buyar memecah keheningan. Mungkin ia memang harus merelakan Rein. Ya! Dia harus merelakan cintanya. Dan ia yakin Rein adalah cinta sejatinya. Cinta sejati, cinta yang tak pernah habis oleh waktu.
"Kamu pasti kuat, Feb!" ujar Thanti memberi semangat.
"Ya aku pasti kuat..." Ify meyakinkan dirinya sendiri.
***
Suara dentingan piano mengalun dengan indah. Jemari-jemari mungil bergerak lincah di atas tuts-tuts piano. Tepuk tangan penonton terdengar riuh. Cahaya kamera juga menjepret seseorang di tengah panggung. Seorang gadis bergaun putih yang duduk di kursi piano. Ya! Dialah Febi. Dialah bintang itu. Bintang yang menemani bulan di malam indah. Setelah kepergian Rein ia kembali mengejar cita-citanya menjadi seorang musisi sekaligus penyanyi.
Suara indahnya menggema memenuhi ruangan megah itu. Mendendangkan lagu pemberian Rein dan ia mulai mengingat kekasih hatinya itu.
"Embun di pagi buta menebarkan bau asa.. detik demi detik ku hitung.. inikah saat ku pergi.."
Ketika Tuhan mencabut nyawa kekasihnya. Memisahkan raga mereka. Memisahkan cinta mereka.
"Oh tuhan kucinta dia.. berikanlah aku hidup.. takkan kusakiti dia.. hukum aku bila terjadi.."
Ketika ia berharap mendapatkan raganya kembali. Ia berjanji takkan menyakiti kekasihnya. Dan ia rela melakukan apa saja bila ia mengingkari janjinya.
"Aku tak mudah untuk mencintai.. aku tak mudah mengaku ku cinta.. aku tak mudah mengatakan aku jatuh cinta.."
Gadis itu ditinggal pergi oleh kekasihnya. Ia tak bisa melupakan kekasihnya. Tak ada yang lain yang dapat menggantikan sosok kekasihnya. Cinta. Ia tak mudah merasakan cinta.
"Senandungku hanya untuk cinta.. tirakatku hanya untuk engkau.. tiada dusta sumpah ku cinta.. sampai ku menutup mata.."
Ketika ia menyenandungkan lagu kenangannya. Ia berkata akan mencintainya sampai ia menutup matanya. Sampai menutup mata. Tak hanya sampai menutup mata. Ia akan mencintai kekasihnya hingga akhir waktu. Walaupun kekasihnya telah tiada. Walaupun raga kekasihnya sudah tak berdaya. Surga. Kekasihnya selalu setia. Menunggunya di surga, hingga ia datang. Merajut cinta kembali. Cinta yang sempat terpisah oleh maut. Tapi ia yakin, cintanya akan abadi untuk selamanya. Sampai ia menutup matanya dan hingga ia membuka matanya kembali dan menikmati hidupnya yang kedua kali. Berdua, hanya berdua.
THE END



